Selasa, 25 Oktober 2011

Drama 7 orang

Cerita:
Narator            : Suatu hari Pak Teddy dan Ibu Cici berkelahi.
Dana         : “Pak! Mengapa setiap hari kerjaan Bapak ini pulang malam saja? Apa yang Bapak  kerjakan?”
Rere              : “Tidak ada urusannya denganmu! Lebih baik kamu diam saja.”
Dana            : “Bagaimana mau diam? Kamu kerja pulang malam, apakah tidak memikirkan keluargamu sendiri?”
Narator            : Pada saat itu Cikobermaksud mau berbicara sesuatu kepada Ibu Dana, Ibunya. Namun karena tidak sengaja ia melihat orang tuanya berkelahi ia pun menguping.
Rere                : “Apa yang perlu dipikirkan? Anak kita sudah besar. Dia bisa menjaga diri dan kamu tidak perlu bekerja. Cukup cari pembantu saja! Apa susahnya? Semua harus aku!”
Dana              : “Apa Bapak kira kita ini kaya raya? Bisa cari uang! Banyak orang-orang  berdatangan dan meminta uang pada saya. Katanya Bapak meminjam uang kepada merea untuk main judi. Apa masih bisa kita cari pembantu!”
Rere                 : “ Ya! Karena kamu malas saja bekerja!”
Dana                : “ Apa? Aku malas bekerja! Kamu yang malas bekerja, main judi terus.”
Rere                 : “Terserah aku, itukan hakku!”
Dana                : “Kamu…”
Narator             : Kemudian fransisco keluar dengan menahan emosi.
Ciko                  : “Sudah, Bu. Jangan dilanjutkan lagi.”
Dana                 : “Ini urusan orang tua! Lebih baik kamu pergi tidur saja.”
Ciko                : “Tidak! Jika Ayah dan Ibu masih kelahi, saya tidak akan tidur.”
Dana                : “Cepat! Jangan sampai membuat Ibu tambah marah lagi kepadamu!”
Ciko                : “Tapi…”
Dana                : “Cepat tidur!”
Ciko pun masuk ke kamarnya. Di kamarnya, ia merenungkan apa yang terjadi diantara kedua orang tuanya.
Ciko    : “Sebenarnya, mengapa Ayah dan Ibu berkelahi? Ya, Tuhan. Tolong beri aku petunjukmu Ya, Tuhan. Hamba tidak ingin Ayah dan Ibu hamba berkelahi. Amin.”
: Ciko pun tidur di kamarnya. Keesokan harinya Ciko berangkat kuliah. Kuliahnya tidak jauh dari rumahya. Ia pun mencari orang tuanya untuk berpamitan, tetapi tidak ada. Sehingga ia pun pergi tanpa berpamitan.
Narator            : Ciko pun melanjutkan perjalanannya. Pada saat ia tiba di Universitas, ia masuk ke kelas dan duduk sambil melamun. Tiba-tiba Dwi temannya menghampirinya.
Dwi                : “Hey! Mengapa melamun? Stress, ya!”
Ciko                 : “Ya! Apa urusannya sama kamu?”
Dwi                : “Enggak ada, cuma tanya.”
Ciko                 : “O…O…, bantuin aku, dong!”
Dwi                : “Hm hm, aku beri kamu sesuatu! Enak deh! Gratis! Dijamin stress kamu hilang dalam sekejap. Mau enggak?”
Ciko                : “Serius kamu?”
Dwi                 : “Ya iyalah, masa ya iyadong! Mau enggak?”
Ciko                : “Boleh!”
Dwi                : “Nah, sekarang kita keluar!”
Ciko                : “Ngapain?”
Dwi                : “Tapi, kamu mau kan barangnya!”
Ciko                 : “Ya udah!”
Narator            : Dwi pun keluar bersama Ciko. Di tempat yang sepi, Dwi pun mengeluarkan sesuatu dari dalam kantongnya sambil melihat kesekelilingnya.
Dwi                : “Nah, ini dia barangnya!”
Ciko                 : “Apaan ini?”
Dwi                : “Ini, obat penghilang stress! Mau coba?”
Ciko              : “Boleh!”
Narator            : Ciko pun mencoba obat itu. Ia tidak tau bahwa obat itu adalah narkoba. Tapi, mau bagaimana lagi ia sudah terjerumus ke dalam narkoba. Ia selalu memakai suntikan, menghisap rokok . Setiap kali ia pulang kuliah, wajahnya pasti pucat! Kemudian, hingga akhirnya ibunya membawanya kerumah sakit.
Dana           : “Pak dokter, tolong periksa anak saya ini. Setiap pulang kuliah, mukanya selalu pucat!”
Dr. Reno.Samuel   : “Baik, Ibu! Ibu tunggu di luar dulu, ya!”
Dana                       : “Baik, Ibu!”
Narator            : Kemudian dokter ditemani suster berada didalam ruangan pemeriksaan. Pada awalnya, dokter tersebut berfirasat bahwa Ciko, pasiennya terkena narkoba. Namun setelah diperiksa, ternyata benar bahwa pasiennya itu telah terkena narkoba. Maka setelah dokter itu keluar, Ibu Dana diajak untuk masuk ke dalam ruangannya.
Dr. Reno samuel   : “Ibu, apakah anak ibu telah terjerumus ke dalam pergaulan bebas?”
Dana           : “Tidak pernah, Dok. Emangnya mengapa?”
Dr. Reno samuel : “Begini, Ibu! Setelah saya periksa, ternyata anak Ibu terkena penyakit yang disebabkan oleh narkoba!”
Dana               : “Ah! Dokter ini pasti bohong!”
D.r Reno         : “Tidak, Ibu. Ini benar!”
Dana                : “Sudahlah, mungkin dokter ini yang salah makanya hasilnya jadi begini!”
Narator            : Dokter itu hanya terdiam dan menghembuskan nafas saja. Ibunya pun pergi ke ruangan perawatan dan membawa Ciko pulang.
Dana            : “Ciko, apakah kamu memakai obat-obatan terlarang? Seperti narkoba atau sabu-sabu!”
Ciko                 : “Tidak ada, Ibu. Emangnya kenapa?”
Dana               : “Enggak, tadi dokternya tanya begitu. Ya, Ibu ragu-ragu makanya Ibu bilang tidak saja!”
Ciko                  : “Palingan dokternya aja yang salah!”
Dana                  : “Ya, mungkin begitu!”
Narator            : Walaupun begitu, Ibunya pun sedikit curiga. Maka, Ibu Cici bermaksud untuk mengintai Elvi ke kuliah.
Dana                 : “Ciko, kamu pergi tidur saja dulu! Besokkan kamu kuliah!”
Ciko                  : “Ya, sudah. Ciko juga sudah capek,nih!”
Narator             : Ciko pun pergi ke kamarnya dan tidur begitu juga dengan Ibunya. Keesokan harinya, Ciko bangun pagi-pagi. Ia sudah mandi dan makan, kemudian ia masuk ke kamar Ibunya. Ia hendak mencuri uang Ibunya. Awalnya ibunya tidak tau mengapa Ciko masuk ke kamar Ibunya. Namun akhirnya terjawab juga. Walau begitu, Ibunya diam-diam saja, karena  mau mengintainya. Kemana pun Ciko pergi, dengan hati-hati Ibunya mengintai sampai ia berhenti saat melihat Ciko bertransaksi narkoba.
Ciko               : “Nah, ini uangnya! Aku mau 5 Kg!”
Dwi              : “Oke-oke, cukup kok!”
Narator            : Melihat kejadian itu, Ibunya lalu memfoto saat mereka bertransaksi dan menyadari bahwa perkataan dokter itu benar. Segeralah ia lapor pada polisi, walau terpaksa. Karena memang itu seharusnya yang Ciko dapat. Ibu Dana sedikit berlari menuju ke kantor polisi dan akhirnya sampai. Lalu Ibu Dana membuka pintu.
Dana               : “Pak polisi!” (Sambil terengah-engah)
Lt. Abizar      : “Sudah, tenangkan dulu diri Ibu!”
Dana              : “Baiklah!”
Briptu. Yoga  : “Sudah agak baikan, Ibu?”
Dana                : “Ya, sudah!”
Lt. Abizar      : “Ada apa, Ibu?”
Dana            : “Begini, Pak! Anak saya memakai narkoba bersama temannya. Ia sekarang berada di Universitas!”
Briptu yoga    : “O…. Kalau begitu ayo kita lekas ke sana! Ibu Dana bisakah anda menunjukkan Universitas tempat anak Ibu kuliah?”
Dana           : “Bisa!”
Lt. Abizar   : “Kalau begitu, ayo!”
Narator            : Lt. abizar dan briptu Yoga pun ke Universitas yang ditunjukkan oleh Ibu Dana. Ternyata benar apa yang di katakan oleh Ibu Dana, Ciko memakai narkoba. Saat itu tampak ia sedang menggunakan narkoba.
Briptu yoga    : “Angkat tangan!”
Narator            : Ciko dan Dwi serentak terkejut dan angkat tangan.
Ciko                 : “Ada apa ini, Ibu?”
Dwi               : “Ya, ada apa ini?”
Lt.Abizar        : “Kalian telah terbukti memakai narkoba!”
Dwi                : “Mana buktinya?”
Lt. Abizar       : “Perlihatkan!”
Narator            : Lt. yoga pun memperlihatkan foto mereka dan mereka pun terkejut.
Briptu yoga     : “Sekarang ikut kami ke kantor polisi!”
Ciko                            : “Tapi…”
LT.Abizar        : “Sudah, ayo ikut!”
Ciko      : “Ibu…Ibu…tolong Ciko, Bu!”
Narator            : ibunya hanya bisa mengusap dada atas perbuatan anaknya itu... Dwi dan Ciko akhirnya di bawa ke kantor polisi untuk diadili.
THE END